JAKARTA - Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) membuka potensi tiga desa devisa di Wilayah Selatan, Provinsi Riau dan Aceh melalui program Special Mission Vehicle (SMV) Icon. Ketiga desa tersebut adalah Desa Devisa Tenung di Palembang, Desa Devisa Sagu di Kepulauan Meranti, dan Desa Devisa Kopi Gayo di Aceh.

“Dengan potensi produksi dan permintaan global yang terus meningkat, tenun, sagu, dan kopi gayo diharapkan dapat menjadi pendorong ekspor baru bagi Indonesia dan memberikan dampak positif bagi perekonomian daerah,” kata Ferdinand Lencon, Kepala Kantor Wilayah Sumatera Selatan, Jambi, dan Bangka Belitung, Kementerian Keuangan, di Jakarta, Kamis. mengatakan di Jakarta pada hari Kamis. Keberhasilan Pemerintah dalam mendorong ekspor tekstil, sagu, dan kopi tercermin dari data Badan Pusat Statistik (BPS) yang diolah oleh LPEI. Pada tahun 2023, pertumbuhan ekspor TPT tertinggi masih dicatatkan ke Arab Saudi (naik USD 12,25 juta), Uni Emirat Arab (naik USD 10,71 juta), Meksiko (naik USD 5,22 juta), India (naik USD 4,72 juta), dan Filipina (naik USD 1,97 juta).

Indonesia mengekspor jenis tekstil terbesar berupa kain benang filamen sintetis (50,64%), kain serat stapel sintetis lainnya (13,77%),<85% dicampur dengan kapas (8,27%). Sementara itu, nilai ekspor sagu Indonesia meningkat secara signifikan sebesar 134,40% (year-on-year) pada tahun 2023, begitu pula dengan volume ekspor yang meningkat sebesar 164,86%. Peningkatan ini terutama dipicu oleh permintaan yang tinggi dari China, Malaysia, Taiwan, Filipina, dan Singapura.

“Sagu telah menarik perhatian pasar global karena karakteristiknya yang non-GMO dan bebas gluten, sehingga menarik minat konsumen yang sadar akan kesehatan.”
Sementara itu, nilai ekspor kopi meningkat 10,79% (y-o-y) pada periode Januari-Juni 2024.
Hal ini mengindikasikan bahwa kenaikan harga kopi di pasar global memberikan dampak positif.
Ekspor kopi ke sejumlah negara terus mencatatkan kenaikan, dengan Thailand (naik USD 26,75 juta) menjadi yang tertinggi, diikuti Filipina (naik USD 10,88 juta), Malaysia (naik USD 9,02 juta), Uni Emirat Arab (naik USD 6,38 juta), dan Armenia (naik USD 4,53 juta).

Ferdinand menilai produk-produk unggulan seperti tekstil Palembang, Sagu dari Kepulauan Meranti dan kopi Gayo dari Benel Melia di Aceh berpotensi menembus pasar ekspor dalam dua tahun ke depan. Menurut Nila Maidhita, kepala Departemen Jasa Konsultasi UKM LPEI, Program Desa Berdaya Devisa bertujuan untuk mendorong ekspor produk lokal, meningkatkan devisa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal melalui pemberdayaan koperasi dan UKM. Diharapkan dukungan dan pelatihan yang diberikan oleh LPEI dapat membuat produk UMKM memenuhi standar ekspor dan bersaing di pasar global.

“LPEI tidak hanya akan memberikan pengetahuan yang mendalam kepada para peserta, tetapi juga mempersiapkan mereka untuk menghadapi tantangan ekspor secara lebih terstruktur dan profesional sekaligus mendukung pengembangan produk desa yang potensial untuk pasar internasional,” ujar Nila. Jumlah kumulatif desa devisa mencapai 1.545 desa devisa yang tersebar di seluruh Indonesia,

dengan melibatkan 134.918 petani, nelayan, pengrajin, dan penduduk lainnya.

Desa Devisa memiliki 23 produk ekspor, termasuk kopi, rumput laut, kakao, gula aren, dan kerajinan tangan.
Desa Devisa Tekstil Palembang mencakup enam desa dengan total 20 pengrajin yang mempekerjakan sekitar 300 pekerja.

Kampung Devisa Tekstil Palembang memiliki kapasitas produksi tahunan sebesar 600 lembar kain dan omset sebesar Rp 1,3 miliar.

Desa Sagu di Kepulauan Meranti terdiri dari 16 desa dengan lebih dari 6.000 petani. Dengan kapasitas produksi 1.000 ton per bulan, program ini diharapkan dapat meningkatkan daya saing produk sagu di pasar internasional melalui peningkatan kualitas, diversifikasi produk, dan pengenalan standar kualitas global. Sementara itu, Desa Devisa Kopi Gayo di Bener Meria, Aceh, yang memiliki 220 desa dan luas total 192 hektar, diharapkan dapat memproduksi 134,4 ton dan menghasilkan penjualan sebesar Rp 14,1 miliar. Untuk memperkuat daya saing dan memastikan keberlanjutan, Kementerian Keuangan, LPEI, dan Pemerintah Provinsi Bener Meriah membentuk Koperasi Panca Gayo Aceh sebagai pembeli (off-taker) kopi Gayo untuk memasuki pasar kopi global.