JAKARTA - Tiga mantan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Bangka Belitung didakwa melakukan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. pada 2015-2022 yang merugikan keuangan negara senilai Rp 300 triliun. Ketiga terdakwa tersebut adalah Suranto Wibowo, Kepala Dinas ESDM Provinsi Bangka Belitung periode 2015-2019, Amir Syahbana, Kepala Dinas ESDM Provinsi Bangka Belitung periode 2021-2024, dan Rusbani alias Bani, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas ESDM Provinsi Bangka Belitung. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ardito Mwaldi dalam pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu, mengatakan bahwa perbuatan korupsi yang dilakukan oleh ketiga terdakwa dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan dan sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi, atau yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dan perbuatan tersebut telah merugikan keuangan negara dan perekonomian daerah, dan perbuatan tersebut telah merugikan keuangan negara dan perekonomian daerah. atau orang lain atau suatu korporasi, yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi, yang dapat merugikan keuangan negara. Perbuatan terdakwa diancam pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP,” jelas Ardito. JPU menjelaskan bahwa ketika Slant menjabat sebagai Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Sulawesi Tenggara periode 2015-2019, ia menyetujui Rencana Kerja Anggaran dan Biaya (RKAB) 2015-2019, yang di dalamnya terdapat perincian yang tidak benar untuk limasmelter. Ia menyatakan.

Kelima smelter tersebut adalah PT Refined Bangka Tin dan afiliasinya, CV Venus Inti Perkasa dan afiliasinya, PT Sariwiguna Binasentosa dan afiliasinya, PT Stanindo Inti Perkasa dan afiliasinya, PT Tinindo Internusa dan afiliasinya.

JPU menyatakan bahwa RKAB seharusnya digunakan sebagai dasar bagi setiap perusahaan peleburan dan afiliasinya untuk melakukan penambangan di wilayah IUP, namun RKAB juga digunakan untuk melegalkan pengambilan dan pengelolaan bijih timah dari penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah. Lebih lanjut, kegagalan Slant dalam melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap lima perusahaan peleburan dan afiliasinya yang melakukan kegiatan penambangan tidak sesuai dengan RKAB yang telah disetujui untuk periode 2015-2019 juga dianggap sebagai tindakan ilegal.



JPU menyatakan bahwa perbuatan tersebut mengakibatkan tidak terlaksananya tata kelola usaha pertambangan yang baik yang berdampak pada kerusakan lingkungan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

“Karena pada kenyataannya, RKAB yang telah disetujui tersebut hanya merupakan formalitas untuk mengatasi pengambilan dan pengelolaan bijih timah secara ilegal dari wilayah IUP PT Timah,” kata jaksa. Tidak hanya itu, Suranto juga menerima fasilitas dari PT Stanindo Inti Perkasa berupa hotel dan transportasi.

Sementara itu, menurut jaksa, Bani dan Amir Syahbana juga terlibat dalam kegiatan ilegal PT Refined Bangka Tin, PT Sariwiguna Binasentosa, CV Venus Inti Perkasa, PT Stanindo Inti Perkasa, PT Tinindo Internusa, dan PT Sariwiguna Binasentosa, yang diduga melakukan pembiaran terhadap kegiatan pertambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah yang dilakukan oleh PT Sariwiguna Binasentosa.

Kegiatan penambangan tersebut tidak masuk dalam RKAB PT Timah maupun dalam RKAB kelima smelterdan afiliasinyadan menimbulkan kerusakan lingkungan berupa kerugian ekologis, kerugian ekonomi lingkungan dan pemulihan lingkungan, baik di dalam maupun di luar kawasan hutan di wilayah IUP PT Timah.